SUPERONELIGA - Kasus dugaan investasi fiktif yang melibatkan mantan petinggi PT Taspen, Antonius Nicholas Stephanus Kosasih alias ANS Kosasih, terus bergulir di meja hijau.
Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis, 28 Agustus 2025, sejumlah fakta baru terungkap, termasuk dugaan penghilangan nama PT Taspen dari laporan keuangan dan transaksi keuangan yang mencurigakan.
Keterangan ini disampaikan oleh Indra Akhria Noer, seorang auditor dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), yang dihadirkan sebagai saksi ahli. Kesaksian Indra membuka tabir baru terkait modus operandi dalam kasus yang merugikan negara hingga triliunan rupiah ini.
Penghilangan Nama Taspen: Upaya Menyembunyikan Jejak?
Indra Akhria Noer mengungkapkan adanya percakapan yang mengindikasikan adanya permintaan untuk menghilangkan nama PT Taspen dari laporan keuangan internal PT Insight Investment Management (PT IIM).
Permintaan ini diduga bertujuan untuk menyamarkan keterlibatan PT Taspen dalam transaksi keuangan yang bermasalah. Permintaan tersebut disampaikan kepada Arny Kusuma Wardani, yang kala itu menjabat sebagai pengelola dana petty cash di PT IIM.
Keterangan ini tentu saja menimbulkan spekulasi mengenai pihak-pihak yang berkepentingan untuk menyembunyikan informasi terkait PT Taspen.
Keterlibatan Ekiawan dalam Penggunaan Dana Petty Cash
Selain isu penghilangan nama, Indra juga mengungkap adanya penyalahgunaan dana petty cash di PT IIM. Ekiwan Heri Primaryanto, eks Direktur Utama PT IIM, disebut menggunakan dana tersebut untuk kepentingan pribadi.
Temuan ini menunjukkan adanya praktik yang tidak transparan dalam pengelolaan keuangan di PT IIM. Praktik ini, menurut Indra, paralel dengan transaksi mata uang asing yang dilakukan oleh Kosasih dan Ekiawan, memperkuat dugaan adanya konspirasi untuk merugikan negara.
Transaksi Mata Uang Asing dan Aset Kosasih: Benang Merah Korupsi
Fakta lain yang diungkap dalam persidangan adalah adanya transaksi keuangan Kosasih yang menggunakan mata uang asing. Indra mengungkapkan adanya penambahan aset berupa apartemen yang dibeli oleh Kosasih dengan menggunakan dolar AS.
Transaksi-transaksi ini diduga terkait dengan praktik korupsi dalam kasus investasi fiktif yang sedang disidangkan. Penyelidikan lebih lanjut terhadap aliran dana ini sangat penting untuk mengungkap jaringan korupsi yang lebih luas.
Peran PT Sinarmas dalam Investasi Sukuk
Hery Purwanto, auditor BPK RI lainnya, juga memberikan keterangan dalam persidangan. Hery menjelaskan peran PT Sinarmas sebagai sekuritas dalam investasi sukuk SIA-ISA 02 PT Taspen.
PT Sinarmas bertindak ganda sebagai broker dan pembeli sukuk, yang menurut Hery, menunjukan adanya keterlibatan aktif dalam transaksi keuangan PT Taspen. Fakta ini, perlu diusut lebih lanjut untuk melihat potensi konflik kepentingan dan potensi kerugian negara.
Dampak Kerugian Negara dan Dakwaan terhadap Para Terdakwa
Kasus ini berujung pada dakwaan terhadap Kosasih dan Ekiawan atas dugaan merugikan negara hingga Rp 1 triliun. Jaksa penuntut umum meyakini bahwa keduanya turut menikmati hasil korupsi dari investasi fiktif tersebut.
Kosasih didakwa melakukan investasi pada reksa dana I-Next G2 dari portofolio PT Taspen tanpa didukung analisis investasi yang memadai. Perbuatan ini dilakukan bersama dengan Ekiawan, serta menghasilkan keuntungan ilegal bagi Kosasih dan pihak-pihak lain, yang memperkaya Kosasih senilai Rp 28.455.791.623, serta dalam bentuk mata uang asing lainnya.
Kosasih dan Ekiawan dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Penegakan hukum yang tegas terhadap para pelaku korupsi diharapkan dapat memberikan efek jera dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi keuangan negara.
Penting untuk dicatat bahwa informasi yang disajikan berdasarkan fakta persidangan dan keterangan ahli dari BPK RI, serta mengacu pada prinsip kehati-hatian dalam penyampaian informasi.
Kasus ini masih terus berjalan, dan perkembangan selanjutnya patut kita ikuti bersama. Penyelidikan kasus korupsi seperti ini, memiliki kompleksitas yang tinggi, sering melibatkan berbagai modus operandi yang terstruktur dan sistematis.
Penting untuk terus mengawal proses hukum agar keadilan dapat ditegakkan, dan kerugian negara dapat diminimalisir. Untuk itu, transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prinsip utama dalam penanganan kasus korupsi seperti ini.